Hukum Membawa Al-Qur'an saat hadast?
Membawa tafsir atau terjemah Qur'an saat hadats
Ketika dikatakan “membawa” dalam tulisan ini, maka mencakup “menyentuh” juga.
1- Membawa tafsir Al-Qur'an yang metodenya setelah ayat langsung ada tafsirnya :
- Ketika tafsirnya lebih banyak secara yakin, boleh, tapi makruh.
- Ketika ayat Al-Qur'an dan Tafsir sama banyak, haram.
- Ketika ayat Al-Qur'an nya lebih banyak, haram.
- Ketika ragu lebih banyak mana, haram.
2- Penghitungan banyak dan sedikitnya dihitung perhuruf, bukan perkata.
3- Meletakkan tangan di tafsir, ketika tidak punya wudhu, maka yang dijadikan patokan adalah tulisan yang dikenai tangan. Ketika yang dikenai lebih banyak tafsirnya, maka boleh, tapi makruh. Ketika yang dikenai lebih banyak Al-Qur'an maka haram. Dst.. sesuai perincian diatas.
4- Tafsir yang berbentuk Hasyiyah, dalam artian Al-Qur'an ditulis lengkap di tengah, kemudian tafsir ditaruh bawah. Atau Al-Qur'an ditulis dipinggir kiri atau kanan, dan tafsir disampingnya, maka hukumnya sama dengan Al-Qur'an tanpa tafsir. Dalam arti membawanya tanpa wudhu, haram mutlak.
Tapi menurut Imam Jamaluddin Ar-Ramli tafsir berbentuk Hasyiyah, hukumnya tetap sama dengan tafsir.
(Jamaluddin ar-Ramli dan Syamsuddin ar-Ramli merupakan dua laqob untuk Imam Ramli penulis Nihayatul Muhtaj. Sedangkan Syihabuddin Ar-Ramli, merupakan ayahnya)
5- Tafsir Jalalain menurut sebagian ulama lebih banyak tafsirnya, yakni lebih banyak 2 huruf, daripada Al-Qur'annya. Sehingga boleh membawanya tanpa wudhu.
Tapi sebagian ulama juga menyuruh untuk hati-hati dengan menjaga wudhu saat bawa tafsir Jalalain, karena mungkin saja ada salah cetak yang sampai 2 huruf atau lebih.
5- Untuk terjemah Al-Qur'an yang per-ayat, ini termasuk tafsir, yaitu tafsir bil-tarjamah, atau disebut tarjamah tafsiriyyah. Karena berisi penjelasan ayat Al-Qur'an (walaupun ga pakai bahasa arab), dan bukan sekedar mengalihbahasakan saja. Maka hukumnya seperti perincian diatas, yakni ketika terjemahnya ada dibawah, atau disamping, menurut Imam Ibnu Hajar ga dihukumi tafsir, dan menurut Imam Ramli tetap dihukumi tafsir. Ini terjemah per-ayat seperti yang banyak di Indonesia.
Bagaimana dengan terjemah perkata alias tarjamah harfiyyah? Ini yang belum tau. Mohon sharing yang tau ttg ini. Sepaham saya ga dihukumi tafsir, karena hanya mengalihbahasakan, bukan menafsirkan.
6- Membaca terjemah Al-Qur'an itu baik, terjemah hadits juga baik. Tapi jangan lantas sekadar membaca itu langsung jadi Mujtahid. Jangan mengambil hukum langsung dari terjemah tersebut.
Wallahu a'lam bisshowab.
********
Penulis : Gus Syihabudin Dimyathi (Santri Sarang Rembang)
Komentar
Posting Komentar