"Jangan Sok Suci, kita hanya berbeda dalam memilih dosa."

“Jangan sok suci, kita hanya berbeda dalam memilih dosa” terdengar sering diucapkan, kadang sebagai bentuk pembelaan, kadang sebagai senjata untuk menyerang mereka yang dianggap terlalu benar, terlalu lurus, atau terlalu banyak mengingatkan. Di balik kalimat itu, terselip narasi bahwa semua manusia berdosa, hanya saja berbeda bentuk dan cara melakukan dosanya. Lalu, muncul kesan bahwa tak ada hak bagi siapa pun untuk menasihati, apalagi mengingatkan. Seolah semua peringatan adalah bentuk kesombongan spiritual.

Baiklahh. Tapi mari kita berhenti sejenak, dan bertanya dalam hati apakah nasihat dan ajakan menuju kebaikan selalu harus ditakar dengan kadar dosa si pemberi nasihat? Apakah ketika seseorang berusaha menjaga lisannya, menundukkan pandangan, menjauhi zina, atau memperbaiki ibadahnya, lantas itu berarti dia “sok suci”? Atau barangkali, ia sedang jujur pada Tuhan dan dirinya sendiri, bahwa hidup ini terlalu singkat jika hanya diisi dengan pembenaran atas kesalahan?

Benar adanya memang bahwa kita semua tidak luput dari dosa. Tapi bukan berarti kita harus berhenti mengingatkan satu sama lain. Agama bukan soal siapa paling suci, tapi siapa yang paling ingin terus memperbaiki diri. Seseorang bisa saja pernah jatuh dalam lubang yang dalam, tapi ia memilih bangkit dan berhenti menggali. Sedangkan yang lain memilih tinggal dalam lubang itu sambil berkata, “Kita sama saja.”

Padahal tidak. Kita tidak sepenuhnya sama. Kita memang bisa jatuh dalam dosa, tapi pilihan untuk bangkit adalah bentuk keberanian. Memilih menghindari maksiat adalah bentuk kasih sayang kepada diri sendiri, bukan kesombongan. Dan orang yang menyeru kepada kebaikan, selama tidak dengan nada menghina dan merasa lebih mulia, adalah bagian dari ajaran Islam itu sendiri.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Agama itu nasihat.” Maka bila ada yang mengingatkan kita akan akhirat, bukan berarti mereka mengklaim diri sebagai ahli surga. Barangkali mereka hanya sedang menjalankan tanggung jawab iman.

Kita mungkin berbeda dalam jenis dosa, iya. Tapi jangan sampai kita menjadi terbiasa dalam pembenaran. Karena celakanya, pembenaran bisa membuat kita nyaman dalam kesalahan. Dan yang lebih berbahaya dari pelaku dosa adalah mereka yang sudah tidak merasa berdosa lagi.

Maka daripada berkata “Jangan sok suci”, mungkin lebih bijak jika kita berkata, “Terima kasih sudah mengingatkan. Aku pun sedang berusaha memperbaiki diri.”


Penulis memiliki nama lengkap Risma Nailul Muna, seorang Santri dan Mahasiswa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daurah Lughah Al-Arobiyyah: Kolaborasi Daar El-Lughoh Al-Arobiyyah Majalengka dan Santri Pedia Berlangsung Sukses

Kader PMII PK STAI PUI Majalengka Ziarah ke Makam Tubagus K.H. Abdul Halim Sabakingking

Mengatasi Hutang dengan Doa dan Keyakinan: Amalan dari Abuya Prof. Dr. Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki