CERPEN IBU DAN SEGUDANG KEBAIKANNYA



Zara kembali mendengus pelan begitu melihat plastik kresek berjejer di atas meja makan. Ada keripik pisang, cilok frozen, minyak kelapa rumahan, sampai mukena motif bunga yang warnanya bahkan tak pernah dipakai siapa pun di rumah ini.

"Ibu, beli lagi? Ini kan minggu lalu udah beli keripik juga," komentar Zara sambil memindahkan plastik-plastik itu agar meja tak penuh.

Ibunya hanya tersenyum sambil melipat mukena baru itu. "Temannya Ibu nawarin, katanya butuh uang buat bayar SPP anaknya."

Zara menghela napas panjang. Ini sudah yang keberapa kali? Rasanya setiap minggu ada saja barang-barang tak penting mampir ke rumah. Kadang makanan, kadang pakaian, kadang barang yang entah akan disimpan di mana.

"Bu, ini tuh bukan nolong sekali dua kali namanya. Ini tuh ibu tiap minggu! Ibu terlalu baik. Lama-lama rumah kita kayak gudang dagangan orang."

Tapi Ibu tetap tenang. "Nggak apa-apa, Nak. Nolong temen kan sedekah. Kata Gus Baha, 'jajan bantu temen itu sedekah'. Nanti juga Allah ganti berlipat-lipat."

Zara tahu, ibunya bukan orang kaya. Hidup pas-pasan, kadang harus mengencangkan ikat pinggang di akhir bulan. Tapi entah bagaimana, Ibu selalu percaya, sedekah itu nggak pernah bikin miskin.

Suatu sore, saat Zara pulang kerja, dia melihat tetangga sebelah menghampiri ibunya dengan mata berkaca-kaca, mengucapkan terima kasih karena beras yang dikirimkan ibu seminggu lalu sangat membantu saat anaknya sakit dan mereka tak punya uang belanja.

Di momen itu, hati Zara seperti ditampar lembut. Mungkin benar, ibunya "terlalu baik". Mungkin kadang terlihat berlebihan. Tapi kebaikan yang terus-menerus itu, siapa tahu sedang jadi tangga Ibu menuju surga.

Malamnya, sambil menemani ibu melipat plastik-plastik belanjaan kecil itu, Zara berbisik lirih, "Semoga semua ini beneran jadi tabungan pahala ya, Bu."

Ibu tersenyum, menatap anak perempuannya yang mulai paham, walau kadang masih ngomel-ngomel kecil.

"Yang penting, jangan sampai kita pelit sama orang. Nggak bakal habis kok, rezeki kalau dipakai buat nolong."

Dan malam itu, Zara diam-diam menulis di notes ponselnya:

"Mungkin Ibu memang terlalu baik. Tapi di dunia yang makin banyak hitung-hitungan ini, orang yang terlalu baik itu harta langka."

TAMAT.

---

Penulis memiliki nama lengkap Risma Nailul Muna, Santri aktif Pondok Pesantren Shobarul Yaqien Kawunggirang Majalengka & Penulis Buku Cerita dari Serambi Pesantren. Beberapa karya tulisnya bisa dibaca juga di Buletin Serambi Kata, Nisa.co.id, Penadiksi, Kompasiana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daurah Lughah Al-Arobiyyah: Kolaborasi Daar El-Lughoh Al-Arobiyyah Majalengka dan Santri Pedia Berlangsung Sukses

Mengatasi Hutang dengan Doa dan Keyakinan: Amalan dari Abuya Prof. Dr. Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki

AKIBAT FILM PORNO